Rabu, 08 Januari 2014

Tyto longimembris, Rekod Baru Kalimantan



Pematang Gadung, 08/01/2014, KBK
     Eastern Grass Owl atau dikenal juga dengan Australian Grass Owl yang nama ilmiahnya Tyto longimembris ini merupakan burung yang sangat menarik bagi para pengamat burung (twitcher-red) di Ketapang. Pasalnya, burung jenis ini merupakan catatan baru bagi Pulau Kalimantan. Burung dari keluarga Tytonidae ini dikenal sebelumnya tersebar di kawasan Asia tenggara, Australasia dan Pasifik barat.
     "Sebenarnya burung ini merupakan jenis penetap yang sudah lama, sejak dulu sudah ada dalam cerita-cerita lokal dan sering dijumpai dengan nama lokal Lang Ketupik!" kata Abdurahman Al Qadrie, Ketua KBK. Memang terakhir saya lihat di Pematang Gadung tahun 2009, dan sangat beruntung hari ini kita melihat lagi, tambahnya. 
     Menurut Abduirahman, pada siang hari burung ini sangat jinak, karena jenis ini termasuk burung pemangsa yang aktif di malam hari (nocturnal). Merupakan pemangsa tikus yang hebat, hingga kelestarian jenis ini sangat menguntungkan pertanian. Mendiami tempat terbuka, seperti lahan pertanian yang banyak ditumbuhi rumput, lebih banyak menghabiskan waktu di permukaan tanah, jarang sekali terlihat terbang.
    Beberapa pengamat burung lain yang mendapat informasi terlihatnya burung ini langsung saja menyempatkan diri untuk mengabadikan fotonya. Sebut saja Erik, dari Sukadana langsung menuju ke lokasi, dalam jarak tempuh lebih dari 80 km.
    "Tentu saja saya sangat beruntung, setelah beberapa tahun mengamati burung, baru kali ini bisa melihat langsung!" katanya penuh semangat.
     "Ini pengalaman yang sangat menarik, karena tidak semua orang dapat kesempatan melihatnya!" kata Alipius Edy.,
     Karena jarang terlihat, hingga jenis ini menjadi semacam cerita saja yang berkembang di masyarakat, mengenal namanya tanpa pernah melihat bentuk aslinya. Mereka percaya kalau burung ini (Lang Ketupik) mengepak-ngepakkan sayapnya hingga mengeluarkan suara seperti tabuhan gendang, ada hantu yang menari di sekitarnya. 
   "Tentu saja itu mitos!" kata Abdurahman. Namun itu kearifan lokal yang perlu disikapi bijaksana, karena kepercayaan seperti itu ikut menjadi media pelestarian jenis ini, tambahnya.

1 komentar: