Kamis, 13 Desember 2012

Pelepasliaran Orangutan di Pematang Gadung - Translokasi Pelansi

foto Pelansi sesaat setelah keluar dari kandang
Pematang Gadung, KBK, 11/12/2012
     "Pelansi", nama orangutan muda jantan yang diambil dari tempat ditemukannya dalam keadaan terjerat pada April 2012 yang lalu, hingga menyebabkan tangan kanan binatang yang dilindungi itu harus diamputasi. Yayasan IAR Indonesia atau International Anima Rescue bekerjasama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di Ketapang melakukan penyelamatan dan IAR melakukan pengobata dan perawatan hingga Orangutan ini benar-benar sembuh dan dapat hidup kembali di alam bebas.
     Selasa, 11 Desember 2012 pagi, Tim dari IAR dan BKSDA, dengan dilepas Kepala Desa Pematang Gadung, rombongan mengantar "Pelansi" ke hutan rawa gambut Pematang Gadung. Saat dibukakan pintu kandang nya, ia langsung memanjat pohon tanpa merasa canggung, kendati tangan kanannya sudah terpotong. Rasa haru memenuhi suasana pelepasliaran itu yang di hadiri Tim IAR sendiri, BKSDA, Yayasan Palung, FFI, dan Masyarakat dari Lembaga Kelola Hutan Desa (LKHD) Pematang Gadung.
     Alasan dipilihnya Pematang Gadung, karena Kawasan ini merupakan salah satu hutan di Kabupaten Ketapang dengan keanekaragaman hayati terkaya. Banyak spesies yang terancam punah dapat ditemukan di hutan yang dijaga dan dipantau oleh sekelompok relawan dari desa setempat dari LKHD Pematang Gadung. Namun saat ini tidak resmi dilindungi. "Dengan rilis ini diharapkan kesadaran terhadap konservasi orangutan dan habitatnya di Ketapang, kami juga berharap bahwa Pematang Gadung akan diberikan status dilindungi yang layak oleh negara " kata Adi Irawan, Manajer Program Yayasan IAR Indonesia di Ketapang.
     "Pelansi adalah Orangutan liar yang selama 12 tahun lebih hidup di hutan, melihat fakta ini maka harus disegerakan pelepasan liarannya setelah lukanya sembuh". kata Drh. Karmele Liano Sanchez Direktur Eksekutif Yayasan IAR Indonesia.  "pelepasliaran ini penting dilakukan karena cacat mental akibat perburuan dan deforestasi habitat lebih susah diobati dari pada luka fisik," ujarnya lagi. 
     Pemerintah Daerah Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat memberikan dukungan penuh terhadap usaha yang dilakukan oleh BKSDA Kalimantan Barat Seksi Konservasi Wilayah I Kabupaten Ketapang dan Yayasan IAR Indonesia dalam upaya pelepasliaran orangutan Pelansi ke areal hutan Pematang Gadung. Dukungan penuh dari Drs. Hendrikus M,Si sebagai Bupati Ketapang Kalimantan Barat, yang disampaikan melalui Asisten II yang mewakili Bupati pada acara Pelepasliaran secara simbolis, senin, 10 Desember 2012, "hutan bukan saja penyaring udara tetapi juga menjaga keanekaragaman hayati, dan saya tidak ingin generasi mendatang hanya mendapat cerita mengenai kelimpahan sejumlah spesies seperti Orangutan hanya sebagai dongeng karena habitatnya terbabat habis, serta jangan sampai anak cucu kita hanya mengetahui (binatang-binatang tersebut-red) dari gambarnya saja."
     Kepala BKSDA juga menyampaikan hal senada, beliau mengatakan : " upaya pelepasliaran ini sesungguhnya mendukung pelaksanaan dari "Action Plan"  Program Pemerintah Pusat, bahwa di tahun 2015 tidak boleh ada lagi oranutan berada di kandang atau pusat rehabilitasi".
     Pelepasliaran "Pelansi" ini  akan di monitor secara intensif untuk beberapa waktu oleh Tim dari Yayasan IAR Indonesia yang bekerja sama dengan BKSDA – Seksi Konservasi Wilayah I Kabupaten Ketapang. Monitor ini dimaksud adalah untuk mengetahui adaptasi Pelansi di habitat aslinya setelah beberapa waktu di rawat di pusat rehabilitasi. Harapan terhadap kondisi cacat yang di alaminya tidak berpengaruh banyak dalam beraktivits dan bertahan hidup di hutan.

Rabu, 14 November 2012

Catatan Baru Berang-berang Langka

Smooth-coated otter (Lutrogale perspicillata)

Ketapang, 15/11/2012, KBK  
     Wilayah Kabupaten Ketapang yang berdampingan dengan laut, serta memiliki banyak aliran sungai menjadi keistimewaan sendiri bagi keragaman hayati untuk hidup dan berkembang.  Berbagai jenis satwa unik yang luput dari pengamatan selama ini juga menjadi warna tersendiri. Misalnya berang-berang, karnivora yang mendiami lahan basah ini semakin jarang ditemukan, demikian kata Abdurahman Al Qadrie, dari Ketapang Biodiversity Keeping (KBK)  yang selama ini konsen pada pendataan spesies yang ada di Ketapang.
     Beberapa waktu yang lalu (4/11/2012), dia bersama teman-teman yang tergabung dalam Ketapang Photographer Community (KPC) dan Birding Society of Ketapang (BSYOK) saat melakukan perjalanan ke Pulau Sawi, menemukan sekelompok berang-berang dari jenis yang langka. Bukanlah faktor kebetulan, sebelumnya memang sudah di informasikan nelayan setempat tentang keberadaan hewan tersebut. Demi untuk memastikan berang-berang dari jenis yang mana, untuk itu mereka ke lokasi untuk menyaksikan langsung dan mengambil foto.
     Smooth-coated otter, atau Lutrogale perspicillata, adalah merupakan jenis berang-berang satu-satunya dari genus Lutrogale, populasinya mengalami penurunan akibat tekanan habitat, terutama semakin berkurangnya lahan basah. Status perlindungannya adalah rentan (vulnerable), sementara di India ditetapkan sebagai Terancam Punah (endangered). Makanan utamanya adalah ikan, sehingga penggunaan pestisida pada perairan menjadi hal yang sangat mengancam kelangsungan hidup jenis ini.
    Tersebar mulai dari selatan Pakistan, India, dan Asia tenggara. Terdapat sedikit populasi di Iraq. Di Indonesia hanya terdapat di Pulau Sumatera dan bagian barat Pulau Jawa. Di Kalimantan (Borneo) hanya pernah tercatat di Sabah, Sarawak, dan Kalimantan Timur.
    "Sebenarnya jenis ini cukup umum di Ketapang, hanya sangat jarang untuk bisa dilihat. Masyarakat sering menyebutnya sebagai anjing laut!", kata Andre, yang juga pernah melihat jenis ini di sekitar Selat Bilik, Kendawangan.
     Abdurahman juga membenarkan, dia sendiri pernah melihat di beberapa tempat, misalnya, di Pematang Gadung pada tahun 1999 dan 2002, di Hutan Kota dan di Pelang pada tahun 2011, di Sungai Jawi pada awal 2012 dan di Pulau Sawi pada 4 Nopember 2012. "Tentu menjadi pengalaman yang menarik, ketika kita menemukan satwa yang dianggap tidak ada sebarannya di sini (Kalimantan Barat-red), apalagi dinyatakan sebagai jenis yang langka, hanya bagaimana kontribusi kita terhadap keberadaan mereka, agar tetap lestari !" tambahnya.


Senin, 05 November 2012

Gerbang Masuk Raptor Migran Ke Kalimantan


 Foto : Pulau Sawi
Ketapang, KBK (04/11/2012)
     Pulau Sawi merupakan pulau kecil yang terdapat di sebelah barat Sungai Tengar (54 km di selatan Ketapang-red).  Terdiri dari dua pulau, Pulau Sawi-kecil dan Pulau Sawi-besar.  Dikelilingi oleh laut yang berair jernih, dan kedalaman di sekitar pulau berkisar hingga 3 meter, sehingga dapat melihat beraneka macam ikan, tumbuhan laut, dan bahkan penyu.  Berbagai jenis siput laut juga terdapat disini, sebuah pemandangan yang sangat menarik.
     Terdapat juga bagan-bagan sementara para nelayan, dengan rimbunan pohon kelapa. Di keliling pantai ditumbuhi mangrove yang bagus. Menyediakan tempat pemancingan, menyelam, bahkan mengamati burung.
     Hanya terdapat sedikit jenis burung di Pulau Sawi, namun khas. Misalnya Burung kacamata dan Pergam laut. Terdapat juga jenis burung yang umum terdapat di perairan pantai Ketapang, seperti Elang bondol atau Brahminy Kite (Haliastur indus), Kokokan laut atau Striated Heron (Butorides striatus), Cekakak sungai (Halcyon chloris).
     Yang menjadikan sangat menarik adalah, pada pengamatan yang dilakukan KBK dan BSYOK pada hari minggu, (4 11/2012), terdapat 15 individu Elang-alap jepang atau Japanese Sparrowhawk  (Accipiter gularis), dan 5 individu Sikep madu asia atau Oriental Honey Buzard  (Pernis ptylorhyncus) melintas di Pulau Sawi menuju daratan Kalimantan.
     Hal ini merupakan informasi yang sangat penting, karena selama ini jalur migrasi raptor (Burung Pemangsa-red) yang masuk ke Kalimantan masih menjadi tanda tanya besar. Dengan melihat kenyataan ini, kami menyimpulkan sementara, bahwa Pulau Sawi merupakan salah satu gerbang migrasi raptor memasuki daratan Kalimantan. Ada dugaan juga kemungkinan masuk lewat jalur Pulau Karimata, tapi belum ada penelitian di sana. Kata Abdurahman, Ketua Kawan Burung Ketapang.
Ini juga akan memberikan jawaban tentang mata rantai yang putus bagi jalur migrasi ini, Tambahnya.

     foto : Japanese Sparrowhawk (Accipiter gularis)

       Elang alap jepang atau Japanese Sparrowhawk, merupakan jenis raptor yang berkembang biak di China, Jepang, Korea, dan Siberia. Memasuki musim dingin mereka bermigrasi ke Filipina dan Indonesia melalui Asia tenggara (Semenanjung Thailand dan Malaysia, Sumatera, Jawa, dan Nusa Tenggara). Belum ada catatan pasti mereka memasuki Kalimantan, kemungkinan yang paling dekat adalah, dari daratan Sumatera mereka menyeberang ke Pulau Bangka, kemudian melintas pulau-pulau kecil hingga ke Pulau Sawi dan memasuki daratan Kalimantan.
     "Kami merasa sangat beruntung sekali dapat menyaksikan langsung migrasi ini sebagai pengalaman menarik, diharapkan teman-teman yang belum melihat ini untuk bisa datang di musim migrasi tahun depan!"Jelas Tamim, Ketua KPC yang juga anggota BSYOK.
     "Disamping dapat menyaksikan keindahan panorama, kita juga dapat banyak pengetahuan tentang burung migrasi di sini, tentang ekosistem laut, dan lain-lainnya!" kata Jamy, seorang potographer. Ia sangat menyayangkan, jika semua keindahan dan keunikan di Pulau Sawi harus tercemar oleh sampah-sampah plastik dari pengunjung. Perlu perhatian khusus untuk semuanya tetap lestari, tambahnya.
     Hal yang paling menarik lainnya adalah, agenda tetap migrasi ini menunjukan bahwa betapa pentingnya daerah ketapang khususnya bagi kelangsungan hidup spesies ini. Semestinya lah meningkatkan kepedulian kita terhadap kelangsungan hidup makhluk lain yang menjadi penopang mata rantai kehidupan, terutama bagaimana kelestarian habitat dapat menjadi prioritas. Karena hal itu akan menciftakan keseimbangan luar biasa. Kelestarian habitat memberikan efek kepada kelestarian keragaman jenis, menjadi penyedia air bersih dan produksi udara segar bagi kelangsungan hidup kita.

Minggu, 28 Oktober 2012

Kucing Langka (Flat-headed Cat) ditemukan di Pematang Gadung

Pematang Gadung, 29/10/2012, KBK

Prionailurus planiceps,  Foto oleh erik

     Pematang Gadung yang masih mempunyai lebih dari 14.000 hektar hutan rawa gambut memiliki keanekaragaman yang sangat tinggi. Hutan dengan vegetasi campuran yang merupakan hutan sekunder dataran rendah ini sangat kaya akan flora dan fauna yang unik. Saat KBK dan BSYOK melakukan pengamatan burung di sana sabtu-minggu (27-28 Oktober 2012), tanpa sengaja menemukan seekor kucing langka dari keluarga Felidae yaitu Jungle Cat atau Flat-headed Cat.
     Menurut Erik, hal ini merupakan pengalaman yang sangat menarik. Disamping dapat mengidentifikasi berbagai jenis burung serta mendokumentasikannya, juga dapat mengidentifikasi mamalia atau jenis-jenis lainnya. Apalagi kucing yang dikenal sebagai Prionailurus planiceps ini merupakan jenis kucing hutan yang langka. Pada tahun 2008, red-list IUCN memasukan jenis ini ke dalam status Endangered, artinya bisa diperkirakan, kemungkinan populasinya kurang dari 500 ekor di seluruh dunia.
     "Disamping sebaran yang terbatas yaitu Semenanjung Malaysia termasuk Thailand, jenis ini juga hanya tersebar di lahan basah Sumatera dan Kalimantan. Untuk Kalimantan, ini merupakan rekord baru selain yang di Kalimantan selatan !" kata Abdurahman. Dia sendiri untuk pertama kali melihat jenis ini di Pematang Gadung pada Juli 2010 bersama E. M. Afnan, ketika survey mamalia yang dilakukan oleh Flora Fauna International (FFI-Ketapang).
     Tamim, Ketua KPC, yang juga ikut pengamatan, menilai pentingnya penjagaan kawasan yang merupakan habitat berbagai jenis satwa ini, adalah merupakan suatu keharusan. Dikarenakan kawasan yang juga merupakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Kepuluk ini adalah daerah tangkapan air yang penting untuk desa-desa di sekitarnya.
     Kucing liar yang makanan utamanya adalah ikan dan vertebrata kecil ini sebelumnya dimasukan dalam genus Felis, tapi sekarang menjadi anggota 1 dari 5 jenis dalam genus Prionailurus. Dengan melihat keadaan jenis kucing ini yang jarang ditemukan, tidak menutup kemungkinan jenis-jenis yang lain juga ada, tetapi belum dapat dipastikan hingga saat ini.
     Adalah hal sangat memprihatinkan, tekanan habitat dan pencemaran air sungai juga mempengaruhi semakin terbatasnya persediaan pakan dari jenis ini. Penemuan kucing langka ini semakin menambah deretan panjang daftar hewan langka yang ditemukan di hutan rawa gambut Pematang Gadung.

Selasa, 28 Agustus 2012

Burung Migrasi Tiba di Pantai Ketapang

Ketapang, Minggu, 26/8/2012

Calidris ruficollis, by Yopri

     Memasuki bulan Agustus 2012, burung-burung migrasi yang meninggalkan tempat berbiak menuju belahan bumi selatan mulai aktif melintasi jalur migrasi. Tempat berbiak seperti Asia utara, Siberia, dan Alaska mulai memasuki musim dingin. Burung-burung yang memerlukan udara yang lebih hangat dan makanan yang berlimpah menyebar mengikuti jalur migrasi seperti tahun-tahun yang lalu. Dalam perjalanan menuju Australia dan Selandia Baru, banyak diantaranya yang singgah atau menetap sementara di kawasan pantai Sunda Besar.
     "Ketapang merupakan tempat yang baik bagi banyak burung migrasi. Karakter pantai yang bermacam-macam memungkinkan suplai makanan untuk burung-burung tersebut bisa bertahan!" kata Abdurahman Al Qadrie, saat pengamatan bersama Birding Society of Ketapang (B'SYOK).
     "Kegiatan pengamatan ini kita lakukan untuk mendata keragaman jenis dari burung-burung migrasi ini, dan sejauh mana mereka akan menetap atau berapa lama mereka singgah di pantai-pantai  Ketapang !" jelas Erik, pengamat burung dari B'SYOK yang selalu aktif dalam pengamatan.
     "Pada pengamatan kali ini, jelas terlihat banyak sekali burung migrasi. Seperti Calidris ruficollis, Charadrius leschenaultii, Tringa nebularia, Xenus cinereus, Actitis hypoleucos, dan Limnodromus semipalmatus. Banyak diantaranya masih menyisakan bulu berbiak, terutama kelompok Calidris ruficollis.!" kata Petrus Yopri.
     "Yang jelas, kegiatan ini sangat menarik. Kita juga dapat menyampaikan pesan konservasi pada pengunjung pantai yang tertarik dengan kegiatan kita ini!" tambah Jephi.
     "Banyak hal yang harus kita lakukan, termasuk menginformasikan agar pantai-pantai di Ketapang tetap terjaga keasliannya, terjaga dari sampah-sampah plastik, agar burung-burung mudah mencari makan, dan tentunya kita juga dapat pemandangan yang bagus." kata Tamim, Ketua Kayong Photographer Club (KPC) yang juga ikut pada pengamatan.

Foto-foto :




Minggu, 20 Mei 2012

Pendidikan Dasar Siswa Pecinta Alam

Hutan Kota Ketapang, 20/05/2012

Cekakak merah (Halcyon coromanda) burung yang umum di Hutan Kota

     Yayasan Palung mengadakan kegiatan pra pendidikan dasar (pradiksar) untuk kelompok sispala (Siswa Pecinta Alam) SMP St Agustinus Ketapang, PASSta, di Hutan Kota. Demikian penjelasan Petrus Kanisius, Staf Perlindungan Satwa dari Yayasan Palung (YP). Kegiatan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan siswa tentang keanekaragaman hayati yang ada di Ketapang secara umum, sehingga tumbuh kepedulian untuk ikut berpartisipasi dalam upaya pelestarian, tambahnya.
     Hal senada juga disampaikan Abdurahman Al Qadrie, Ketua KBK saat memberikan materi pengamatan burung kepada peserta. Menurut dia, berpartisipasi dalam pelestarian dapat dimulai dari hal-hal sederhana yang sangat mudah, misalnya, dengan berbagi informasi kepada orang lain tentang pentingnya keseimbangan alam dan pentingnya memperlakukan lingkungan sekitar secara bijaksana, seperti membuang sampah plastik pada tempatnya.
     Pemberian materi dilakukan setelah para peserta melakukan pengamatan sejak pagi pukul 06.00 sampai pukul 08.00 WIB. tim yang dibagi menjadi 5 kelompok masing-masing mempresentasikan hasil pengamatan. sejumlah 11 jenis burung yang menjadi catatan mereka."Kami tidak tau nama-nama burung nya!" kata Yunita, kordinator peserta dari PASSta. Karna ini pengalaman pertama melakukan pengamatan burung, tambahnya. Sejumlah peserta juga mengaku baru pertama kali melihat Cekakak Merah (Halcyon coromanda), burung yang cantik ini merupakan jenis Kingfisher yang umum penghuni Hutan Kota.
     Peserta yang hadir selain sispala PASSta, juga Gerakan Sispala Madrasah Aliyah dari MAN 1 Ketapang (GERSISMA), Taruna Pecinta Alam (Tajam) dan Relawan Bentangor untuk Konservasi (REBONK). Selain belajar Pengamatan Burung, peserta juga belajar taksonomi tumbuhan dari GERSISMA, yang dikordinir Rheno, dari Yayasan Palung, kata Uti Danu Wahyudi dari TAJAM.
    "Kegiatan seperti ini sangat bermanfaat!" tegas Alipius Edi, dari Birding Society Of Ketapang (B'SYOK) yang juga hadir. Pengenalan alam dan upaya pelestarian yang di sampaikan kepada siswa-siswa merupakan langkah bijak terhadap masa depan, tambahnya.
     Saat istirahat makan siang, seorang pengunjung dari Orangutan Odysseys, Garry Sundin ikut bergabung. Warga Negara Australia ini sempat minta untuk difoto bersama-sama peserta kegiatan.

Foto-foto saat kegiatan:

 Persiapan menjelang kegiatan

 saat pengamatan burung dengan metode transek

 saat presentasi hasil pengamatan

 Petrus Kanisius (YP) dan Abdurahman Al Qadrie (KBK) sesaat
sebelum pemberian materi

 Peserta kegiatan saat mendengarkan penjelasan

 Diskusi menjelang istirahat

 Bersama Mr. Garry

Rabu, 16 Mei 2012

World Migratory Birds Day 2012 di Kalimantan Barat

Ketapang, 12-13 Mei 2012

Whimbrel (Numenius phaeopus)

     Pengamatan burung dalam rangka ikut berpartisipasi dengan even dunia "World Migratory Birds Day" atau WMBD 2012, kali ini dilaksanakannya di dua tempat sekaligus. Hutan Kota dan Pantai Air Mati merupakan titik sample yang dirasa tepat. Demikian menurut Abdurahman al Qadrie, ketua KBK.
     Tidak menutup kemungkinan, pada tahun-tahun yang akan datang dilaksanakan pada tempat lain, mengingat keberagaman tipe habitat yang ada di Ketapang membuat keberagaman jenis juga menjadi perhatian khusus, tambahnya.
     "Pada minggu ini, kita masih menemukan Cikrak kutub di Hutan Kota!", kata Erik dari B'SYOK, burung yang bernama Inggris Arctic Warbler ini atau Phylloscopus borealis (Nama Ilmiahnya) merupakan burung pengembara atau migran yang melakukan migrasi ke Asia Tenggara ini, adalah pemakan serangga. Dan merupakan pengunjung yang jarang terlihat di kawasan ini, tambahnya.
     Demikian pula di Pantai Air Mati, tidak banyak lagi burung pantai yang terlihat, namun begitu masih terdapat Greater Sand Plover (Charadrius leschenaultii), Grey-tailed Tattler (Heteroscelus brevipes), dan Whimbrel (Numenius phaeopus). "Hal ini karena pada akhir April setiap tahun, burung migrasi sudah meninggalkan pantai ketapang untuk kembali ke tempat berbiak, kecuali beberapa yang tertinggal!", kata Doni, dari B'SYOK.
     Sementara itu, peserta yang direncanakan ikut berprtisipasi adalah Ketapang Photographer Club (KPC) tidak dapat ikut serta karna bersamaan dengan padatnya jadwal pemotretan. Jelas Yayan, anggota KPC.
     Banyak kegiatan persiapan yang kami lakukan menjelang awal bulan ini, untuk  Hari Lingkungan Hidup, kata Petrus Kanisius dari Yayasan Palung, saat ikut pengamatan di Hutan Kota (Sabtu, 12 Mei 2012). "Jadi banyak yang ingin ikut WMBD, tapi harus dicancel!" katanya. Dia sendiri dengan 2 orang anak TAJAM (Taruna Penjaga Alam), sispala binaan Yayasan Palung menyempatkan diri ikut pengamatan.
     Kepala Dinas Pariwisata Ketapang, Yudo Sudarto, SP, M.Si, mengatakan, tahun ini memang banyak kegiatan yang padat, tidak seperti 2010 lalu, kita bisa melakukan pengamatan melibatkan banyak pihak. Namun dia tetap berharap kegiatan ini bisa dilaksanakan secara lebih baik lagi. Karena even ini bisa jadi moment yang bagus untuk kampanye penyelamatan kawasan pantai, yang menjadi habitat burung-burung air.
     "Pada 12-13 April 2012 yang lalu, teman-teman sudah semangat melakukan pengamatan awal menjelang WMBD, untuk 12-13 Mei ini, tidak semua bisa hadir!" tambah Abdurahman. 
     Hadir juga Cepi Muhamad Cahadiyat Kurniawan, baginya merupakan pengalaman pertama pengamatan di Ketapang. Sedangkan Andre, dari Borneo Photographer (BoP), sedang tugas ke luar Ketapang.

Cikrak kutub di Hutan Kota

Pengamatan Burung di Hutan Kota saat WMBD 2012


Pengamatan Burung di Hutan Kota saat WMBD 2012

Foto bersama saat pengamatan WMBD 2012

Selasa, 08 Mei 2012

Pameran Kegiatan Peduli Perubahan Iklim

Aston Ketapang City Hotel, 30/04/2012


     Ketapang Biodiversity Keeping (KBK)-"Kawan Burung Ketapang" bersama Birding Society Of Ketapang (B'SYOK), ikut berpartisipasi dalam kegiatan pameran yang diselenggarakan oleh USAID-IFACS di Hotel Aston, Ketapang pada 30 April 2012 yang lalu. Kegiatan yang diikuti berbagai instansi pemerintah dan lembaga lokal maupun nasional ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana aktivitas yang dilakukan masing-masing lembaga atau instansi dalam menyikapi perubahan iklim. 
     "Dengan pameran ini, kita bisa mengetahui apa yang telah mereka lakukan, dan tentunya ada saling share informasi mengenai kegiatan di masa mendatang, karena tujuan kita sama. Yaitu melakukan hal-hal yang perlu dalam mitigasi terhadap perubahan iklim!" kata Yopri, dari B'SYOK.
Menurut dia, kegiatan pengamatan burung (Bird watching) dan Photography bisa mendukung hal ini, dengan melakukan penyadartahuan pada orang lain tentang perlunya pelestarian jenis dan habitat.
     "Jika habitat alam burung-burung dan satwa lain terjaga, berarti mencegah terjadinya deforestasi. Hal ini akan mencegah terjadinya perubahan iklim!" jelas Edy, yang juga dari B'SYOK. 
     "Seperti kita ketahui bersama, perubahan iklim yang terjadi akibat deforestasi merupakan ancaman serius. Disamping meningkatkan suhu bumi rata-rata, juga akan banyak memusnahkan keanekaragaman hayati yang ada. Kegiatan ekonomi bukanlah hal yang harus disalahkan, tetapi pengelolaan sumberdaya alam yang bijaksana akan menjadi solusi terbaik!" kata Abdurahman Al Qadrie, ketua KBK. Menurut dia, belum terlambat untuk melakukan tindakan ini, namun keseriusan semua stake holder akan menjamin hal ini terlaksana dengan baik.
     Mengenai pelaksanaan pameran ini, Raul, seorang pengunjung mengatakan, "muy bueno!"

Berikut foto-foto saat pameran berlangsung :

Kesibukan personil B'SYOK

foto bersama




Rabu, 25 April 2012

Monitoring Black Hornbill di Pematang Gadung

Pematang Gadung, KBK, 26/04/2012
     Kawan Burung Ketapang (KBK)-Ketapang Biodiversity Keeping, melakukan monitoring terhadap sepasang Kangkareng hitam (Anthracoceros malayanus), atau dalam nama Inggrisnya: Black Hornbill. Burung ini sangat jarang dijumpai. Populasinya sedikit. Saat dijumpai sedang bersarang sejak Desember 2011. Dalam beberapa bulan hingga tulisan ini dibuat, kondisi anak di dalam lubang (sarang) sudah tampak besar. "Mungkin segera akan terbang!" kata Abdurahman Al Qadrie, Ketua KBK. Bersama Birding Society Of Ketapang (B'SYOK) dan Ketapang Photographer Club (KPC), Abdurahman melakukan monitoring setiap akhir pekan untuk memastikan keadaan sarang dan sekitar aman dari gangguan, terutama manusia.     
      Adalah sangat penting untuk terus memastikan, hingga anakan benar-benar tumbuh normal hingga dewasa. Mengingat akan kekhawatiran dijumpai oleh orang yang tidak bertanggung jawab, sehingga ada upaya untuk memelihara atau menjualnya. Ini merupakan hal penting dilakukan untuk terus memonitor, karena burung jenis ini dilindungi, dan status konservasinya mendekati keterancaman atau Near Threatened (NT). Tegas Abdurahman lagi. 
     Merupakan keberuntungan untuk bisa melihat burung ini dari tempat yang sangat dekat, jelas Edy, seorang pegiat lingkungan dari B'SYOK. Merupakan pengalam pertama baginya untuk ikut memonitor perkembangan "Enggang Hitam" ini. Mulai dari membuat kamuflase untuk pemantauan hingga berkunjung ke hutan setiap minggunya. 
     Namun demikian, kegiatan ini tidak boleh terlalu berlama-lama di dekat sarang, khawatir kegiatan burung jantan dalam memberi makanan terhadap betina dan anaknya akan terganggu, demikian tambahan Erik, dari B'SYOK. Jadi aktivitas pengamatan dibuat se-alami- mungkin. 
     Seperti kebiasaan dari jenis Hornbill, sejak mulai akan meletakkan telur di dalam sarang, sang betina tidak pernah keluar lagi dan terkurung didalam sarang hingga anaknya bisa terbang. Ini menunjukan bahwa betapa sulit populasi berkembang, karena dalam proses mengeram, perlu perlakuan khusus tidak seperti jenis burung kebanyakan. Perlu suhu yang benar-benar stabil, tambah Doni, yang selama ini juga aktif dalam peran serta monitoring. 
    Kita akan menunggu kesempatan lain, kata Yayan, photographer yang saat ikut monitoring tidak bisa pergi ke sarang, karena hujan menyebabkan air melimpah di hutan rawa gambut. 
    Menjadi keinginan semua, sangat besar harapan untuk melihat jenis ini memiliki populasi yang besar. Hal ini mengingat kawasan hutan gambut Pematang Gadung yang masih memiliki luasan lebih dari 14.000 hektar, cukup untuk menjadi rumah bagi berbagai jenis satwa, jika tidak terjadi deforestasi. 

Berikut foto-foto kegiatan monitoring:

Minggu, 15 April 2012

Pengamatan Awal Menjelang World Migratory Birds Day (WMBD)

Ketapang, 14/04/2012
World Migratory Birds Day (WMBD) adalah even internasional yang diadakan setiap tahun guna pengamatan burung migran (Birdwatching) serempak di seluruh dunia. Kegiatan ini dilakukan dengan partisipasi sukarela di masing-masing daerah. Pada tahun 2012 ini, WMBD dilaksanakan pada tanggal 12-13 Mei 2012.

     Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Ketapang, Yudo Sudarto, SP, M.Si, serta beberapa perkumpulan di Ketapang, seperti Ketapang Photographer Club (KPC), Birding Society Of Ketapang (B'SYOK), P-Phopy, serta utusan dari Yayasan Palung, dan KBK, melakukan kegiatan pengamatan bersama pada tanggal 12-13 April 2012 di Pantai Air Mati Ketapang.
     Menurut Yudo Sudarto, momen ini sangat baik dilakukan secara bersama-sama, untuk lebih mengenal prilaku burung migran, tindakan konservatif yang diperlukan untuk menjaga kawasan pantai agar setiap tahun burung-burung ini datang kembali. Karena menurut dia, banyaknya burung migran yang mengunjungi suatu kawasan pantai tertentu bisa dijadikan sebagai indikator keutuhan ekosistem disana. 
     Mengenai tanggal pelaksanaan WMBD, Abdurahman Al Qadrie, Ketua KBK, mengatakan, bahwa pengamatan yang dilakukan pada tanggal 12-13 April 2012 ini merupakan pengamatan awal untuk konsolidasi acara sesungguhnya hingga pada satu bulan kedepan diharapkan berjalan dengan baik.
     "Kegiatan ini saya pikir sangat menarik, karena dapat memberikan pengetahuan pada peserta beberapa informasi mengenai burung migran, dan tentu hal ini perlu disikapi dengan bijak !" kata Frans Doni, seorang peserta dari B'SYOK.
     Andre, yang juga merupakan personil dari Borneo Photography (BoP), menambahkan, memadukan pengamatan burung dengan Photographer merupakan hal lain yang perlu ketajaman, ketelitian dan kehati-hatian, karena untuk mengambil gambar yang baik pasti sangat sulit.
    Sementara itu, H. Haryadi, S. PKP, Kepala UPT Hutan Kota, mengatakan : "Kegiatan pengamatan ini sangat penting, mengingat Pantai Air Mati, pada sisi lainnya adalah merupakan Kawasan Nilai Konservasi Tinggi (KNKT) Pemerintah Daerah, yang pengelolaannya di bawah UPT Hutan Kota, tentunya dapat mendukung kegiatan pelestarian di sana !"
     Pengamatan awal kali ini cukup menarik, karena masih terlihat burung-burung pantai yang sebagian mulai berubah warna. Seorang pengamat burung dari Spanyol, Jesus, mengatakan, tempat ini cukup baik, banyak burung-burung, dan perlu untuk tetap menjaganya.

Berikut foto-foto kegiatan pengamatan  persiapan WMBD 2012 :

Sesaat sebelum Pengamatan


"Birdwatching in Action"


Coffee Break selesai pengamatan 





Selasa, 10 April 2012

Pelatihan Pengamatan Burung

Ketapang, Hutan Kota, Minggu, (8/4/2012),
 
Foto Otus Lempiji (juvenile) di Hutan Kota

     Kawan Burung Ketapang (KBK)-"Ketapang Biodiversity Keeping" dan Birding Society Of Ketapang (B'SYOK) melakukan pengamatan bersama di hutan kota Ketapang. Kegiatan ini diselenggarakan Yayasan Palung bersama Relawan Konservasi TAJAM dan Sispala Gersisman, SMA MAN 1. 
Kegiatan ini dimaksudkan untuk menambah wawasan siswa sekolah tentang sebaran burung, karakter habitat, status keterancaman, serta perlakuan konservatif yang diperlukan. Hal itu berkaitan erat tentang salah satu fungsi Hutan Kota sebagai sarana Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan. Demikian penjelasan dari ketua KBK, Abdurahman Al Qadrie.
     Banyak hal yang menjadi pengalaman baru, terutama bagi para siswa. Beberapa jenis burung tak bisa terlihat secara langsung, melainkan hanya bisa diidentifikasi melalui suara. "Dan Buku Panduan menjadi sangat penting sebagai pedoman dalam pengamatan !", ujar Devi, siswi MAN 1.
     Hal yang paling menarik adalah, bagaimana mempelajari kebiasan burung dan seni dalam mendapatkan gambar yang baik. Hal ini merupakan tantangan yang berat, dan pengalaman yang punya nilai tersendiri yang menarik, tegas Erik, Pegiat lingkungan dari Perkumpulan B'SYOK. Perkumpulan dengan latar belakang Photography ini memang telah lama aktif dalam setiap kegiatan Birdwatching.
     Kegiatan dimulai pada pukul 06.30 - 08.00. Metode yang digunakan adalah Metode Transek dan Titik hitung. Ada 20 jenis burung yang teramati. Salah satu yang paling menarik adalah dapat melihat Burung Hantu pada pagi hari, karena Otus lempiji, atau Burung Buak dalam sebutan lokalnya ini merupakan burung malam (nocturnal).
    Kepala UPT Hutan Kota, H. Haryadi, S. PKP,  mengatakan, kegiatan seperti ini memang perlu dilakukan untuk mensosialisaikan Hutan Kota sebagai Kawasan Nilai Konservasi Tinggi, sehingga masyarakat mengetahui fungsi dan keberadannya, serta yang paling penting, adalah secara bersama-sama  saling menjaganya.
    Setelah istirahat, pada pukul 09.00 kegiatan para siswa dilanjutkan dengan pengetahuan tentang Taksonomi Tumbuhan, dikomandani Edward Tang dari Yayasan Palung, dan identifikasi mamalia oleh Bedu dari Yayasan Palung.
"Kegiatan ini juga merupakan agenda utama Yayasan Palung!", Jelas Petrus Kanisius Pit, staf perlindungan satwa dan habitat, Yayasan Palung

Berikut Foto-foto Kegiatan :

Penjelasan kepada siswa tentang identifikasi suara burung

Identifikasi dan Photoghraphy

Penggunaan Buku Panduan

Siswa antusias dengan Birdwatching