Rabu, 25 April 2012

Monitoring Black Hornbill di Pematang Gadung

Pematang Gadung, KBK, 26/04/2012
     Kawan Burung Ketapang (KBK)-Ketapang Biodiversity Keeping, melakukan monitoring terhadap sepasang Kangkareng hitam (Anthracoceros malayanus), atau dalam nama Inggrisnya: Black Hornbill. Burung ini sangat jarang dijumpai. Populasinya sedikit. Saat dijumpai sedang bersarang sejak Desember 2011. Dalam beberapa bulan hingga tulisan ini dibuat, kondisi anak di dalam lubang (sarang) sudah tampak besar. "Mungkin segera akan terbang!" kata Abdurahman Al Qadrie, Ketua KBK. Bersama Birding Society Of Ketapang (B'SYOK) dan Ketapang Photographer Club (KPC), Abdurahman melakukan monitoring setiap akhir pekan untuk memastikan keadaan sarang dan sekitar aman dari gangguan, terutama manusia.     
      Adalah sangat penting untuk terus memastikan, hingga anakan benar-benar tumbuh normal hingga dewasa. Mengingat akan kekhawatiran dijumpai oleh orang yang tidak bertanggung jawab, sehingga ada upaya untuk memelihara atau menjualnya. Ini merupakan hal penting dilakukan untuk terus memonitor, karena burung jenis ini dilindungi, dan status konservasinya mendekati keterancaman atau Near Threatened (NT). Tegas Abdurahman lagi. 
     Merupakan keberuntungan untuk bisa melihat burung ini dari tempat yang sangat dekat, jelas Edy, seorang pegiat lingkungan dari B'SYOK. Merupakan pengalam pertama baginya untuk ikut memonitor perkembangan "Enggang Hitam" ini. Mulai dari membuat kamuflase untuk pemantauan hingga berkunjung ke hutan setiap minggunya. 
     Namun demikian, kegiatan ini tidak boleh terlalu berlama-lama di dekat sarang, khawatir kegiatan burung jantan dalam memberi makanan terhadap betina dan anaknya akan terganggu, demikian tambahan Erik, dari B'SYOK. Jadi aktivitas pengamatan dibuat se-alami- mungkin. 
     Seperti kebiasaan dari jenis Hornbill, sejak mulai akan meletakkan telur di dalam sarang, sang betina tidak pernah keluar lagi dan terkurung didalam sarang hingga anaknya bisa terbang. Ini menunjukan bahwa betapa sulit populasi berkembang, karena dalam proses mengeram, perlu perlakuan khusus tidak seperti jenis burung kebanyakan. Perlu suhu yang benar-benar stabil, tambah Doni, yang selama ini juga aktif dalam peran serta monitoring. 
    Kita akan menunggu kesempatan lain, kata Yayan, photographer yang saat ikut monitoring tidak bisa pergi ke sarang, karena hujan menyebabkan air melimpah di hutan rawa gambut. 
    Menjadi keinginan semua, sangat besar harapan untuk melihat jenis ini memiliki populasi yang besar. Hal ini mengingat kawasan hutan gambut Pematang Gadung yang masih memiliki luasan lebih dari 14.000 hektar, cukup untuk menjadi rumah bagi berbagai jenis satwa, jika tidak terjadi deforestasi. 

Berikut foto-foto kegiatan monitoring:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar